Suatu hari seorang bayi siap untuk dilahirkan. Dia
bertanya kepada Tuhan: Para Malaikat disini mengatakan bahwa besok Engkau akan
mengirimku ke Dunia,tetapi bagaimana cara saya hidup disana, saya begitu kecil
dan lemah.Dan tuhan menjawab,"saya telah memilih satu malaikat untukmu.Ia
akan menjaga dan mengasihimu." Tapi disini, didalam surga, apa yang pernah
saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa. ini sudah cukup bagi saya untuk berbahagia."Malaikat
akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan
kehangatan cintanya dan menjadi lebih berbahagia."
Dan bagaimana saya bisa mengerti saat-saat orang berbicara
kepadaku jika saya tidak mengerti bahasa mereka. "Malaikat akan berbicara
kepadamu dengan bahasa yang paling indah yang pernah kamu dengar; dan dengan
penuh kesabaran dan perhatian, dia kan
mengajarkan bagaimana kamu berbicara." Dan apa yang saya akan lakukan saat
saya ingin berbicara kepadaMu."Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara
kamu berdoa."
Saya mendengar bahwa di Bumi banyak orang jahat.
Siapa yang akan melindungi saya ?? "malaikat akan melindungimu, walaupun
hal tersebut mungkin dapat mengancam jiwanya." Tapi, saya pasti akan
merasa sedih karena tidak melihatMu lagi. "Malaikatmu akan menceritakan
kepadamu tentang Saya,dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali
kepadaKu, walaupun sesungguhnya Aku akan selalu berada di sisimu."
Saat Surga begitu tenangnya sehingga suara Bumi
dapat terdengar dan sang anak bertanya perlahan : Tuhan jika saya harus pergi sekarang,
bisakah aku tahu nama Malaikat tersebut? "Kamu akan memanggil Malaikatmu,
“IBU Saya hanya ingin bertutur tentang seorang sahabatsaya.Sebut saja Rani
namanya.
Semasa kuliah ia tergolong berotakcemerlang dan
memilikiidealisme yang tinggi. Sejak
awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, baik itu
dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang akan digelutinya. Ketika
Universitas mengirim kami untuk mempelajar Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di negerinya bunga
tulip,beruntung Rani terus melangkah. Sementara saya, lebih memilih menuntaskan
pendidikan kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan. Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang
"setara " dengan dirinya,sama-sama berprestasi, meski berbeda
profesi.
Alifya, buah cinta mereka lahir
ketika Rani baru saja diangkat sebagai staf Diplomat bertepatan dengan
tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon nama putera mereka itu diambil dari
huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah
nama yang enak didengar : Alifya. Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan
nama ini seindah namanya pula. Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu
berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari
satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain
makin meninggi.
Saya pernah bertanya , "Tidakkah
si Alif terlalu kecil untuk ditinggal ?"Dengan sigap Rani menjawab: "
Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya
Everything is ok." Dan itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan
perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan.
Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian. Kakek neneknya
selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang
ibu-bapaknya. " Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu
selalu nenek Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya.
Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang
berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya. Ketika Alif berusia 3
tahun, Rani
bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan dengan
penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan
seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "dapat memahami"
orang tuanya.Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau
kedua orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Kisah Rani, Alif
selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya malaikat
kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk,
Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak
seperti Alif.
Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor,entah
mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. " Alif ingin bunda mandikan."
Ujarnya. Karuansaja Rani yang dari detik
ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadigusar. Tak urung suaminya turut
membujuk agar Alif mau mandi dengan tanteMien, baby sitternya. Persitiwa ini
berulang sampai hampir sepekan," Bunda,mandikan Alif " begitu setiap
pagi. Rani dan suaminya berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa
peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian.
Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sangbaby
sitter. " Bu dokter,Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang
diEmergency". Setengah terbang, sayapun ngebut ke UGD. But it was too
late. Allah sudah punya rencana lain.Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya.Rani,
bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor
barunya,shockberat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah
memandikananaknya. Dan itu memang ia lakukan, meski setelahtubuh si kecil
terbaring kaku. " Ini bunda, Lif. Bunda mandikan Alif." Ucapnya
lirih, namun teramatpedih.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si
kecil,kami masih berdiri mematung. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu
berkata, " Ini sudahtakdir, iya kan
? Aku di sebelahnya ataupun diseberang lautan, kalau sudah saatnya, dia pergi juga
kan ? ".
Saya diam saja mendengarkan. " Inikonsekuensi dari sebuah pilihan."
lanjutnya lagi,tetap tegar dan kuat.Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma
kamboja.Tiba-tiba Rani tertunduk. " Aku ibunya !" serunya kemudian,
"Bangunlah Lif.Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan bunda sekali lagi saja,
Lif".Rintihan itu begitu menyayat.
Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah
merah Sekali lagi, saya tidak ingin membahas perbedaan sudut pandang pembagian
tugas suami-isteri. Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga bergelayut :"
Mandikan aku,Bunda ." Akankah kita menolak ? Ataukah menunggu sampai
terlambat ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar