KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan
anak itu sangat berpeluang untuk memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa
macam-macam. Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah
reaksi emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa
bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang lebih
merusak.
Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak
tidak marah bukan saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang
kurang mampu memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam
hubungan sosialnya kelak. Ia mungkin akan tampak seolah tidak memiliki daya
tahan atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan sosial.
Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi objek manipulasi orang lain.
Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam
menyikapi kemarahan seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk
menyatakan kemarahan secara wajar dan proporsional. Heman Elia, menyarankan
dalam mengajar anak mengungkapkan kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin.
Terutama sejak anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak
menyatakan kemarahan dalam bentuk verbal.
Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan
terjadi ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk
berpikir sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L.
mengungkapkan kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak
seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka ia
juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia
tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan perannya
sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya berubah
menjadi makhluk sosial yang berbahaya.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang
dianggap penting untuk mengendalikan marah dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, marah
menyebabkan tercela. Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu
perasaan menyesal setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang
yang sedang marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu
segera setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus
meminta maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang
dikatakan Imam Ja'far Ash-Shadiq as, yaitu "Hindarilah amarah, karena hal
itu akan menyebabkan kamu tercela."
Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain
merupakan salah satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri
secara keseluruhan. Imam Ja'far Ash-Shadiq as berkata, "Amarah
membinasakan hati dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya,
maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya."
Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan
ini, Dr. Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh
fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya
berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh darah,
perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi tubuh yang
alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan hormon-hormon lainnya
menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.
Keempat, marah akan "mempercepat" kematian. Amarah yang
terjadi pada seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut
para ahli kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal
itu mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata,
"Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat
kematian." Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap
Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu: Pertama,
bila Anda sedang marah maka hendaklah membaca "ta'awwudz"
(memohon perlindungan) kepada Allah SWT, sebab pada hakikatnya perasaan marah
yang tidak terkendali adalah dorongan setan. Nabi saw. bersabda, "Apabila salah seorang di
antaramu marah maka katakanlah: 'Aku berlindung kepada Allah', maka marahnya
akan menjadi reda". (HR Abi Dunya).
Kedua, bila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau
tidak banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., "Apabila salah seorang di antara kamu marah maka
diamlah." (HR Ahmad).
Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah,
bila duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi
saw., "Marah itu dari
setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah dalam keadaan berdiri
duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka berbaringlah." (HR
Asy-Syaikhany).
Keempat, bila upaya ta'awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak
mampu mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah
dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saw., "Sesungguhnya marah itu dari
setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh
karena itu, apabila seorang di antaramu marah maka berwudulah atau
mandilah." (HR Ibnu Asakir, Mauquf).
Menyiasati marah
Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda
memarahinya dengan kasar, menurut Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah
tersebut dengan memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan
kain lembab atau basah.
Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak
Secara Islam, mengungkapkan, pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar
pada pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak.
Misalnya menjauhkan anak dari sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak untuk
mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.
Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut
diperhatikan dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya
adalah:
1.
Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi
kemampuannya. Kalaupun tugas itu banyak atau pekerjaan yang di luar
kemampuannya itu harus diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan
berupaya agar anak menerimanya dengan senang.
2.
Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan
anggota keluarga, terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa
anak-anak.
3.
Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan
anak karena itu akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.
4.
Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih sayang, dan
pemberian hadiah.
5.
Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya
menuju tempat wudu dan ajaklah dia berwudu atau mencuci mukanya. Jika dia marah
sambil berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.
Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri,
sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego masing-masing.
Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun iklim keterbukaan dan kasih
sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan anggota keluarga lainnya,
seperti dengan anak-anak.
Cara menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa)
marah, maka hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan
membalas kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana
marah merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya
tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.
Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir
sehat akibat marah, maka sebaiknya orang tersebut tidak melakukan
perbuatan-perbuatan yang mungkin akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk
menekan marah dan menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah
memerintahkan agar kia bersabar. Wallahu'alam.***