Senin, 20 Mei 2013

nasehat


Setelah pada artikel sebelumnya saya telah menulis artikel yang berisi nasehat..
Pernah ada anak lelaki dengan watak buruk. Ayahnya memberi dia sekantung penuh paku, dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.......
Jika ingin baca lebil lanjut silahkan downloaad filenya disini..  saya sudah buat filenya dalam bentuk Power point show

saat-saat indah


saya singkat aja gann, soalnya sy capek ngetiknya mending agan download aja filenya..
download filenya disini

IBU


 Suatu hari seorang bayi siap untuk dilahirkan. Dia bertanya kepada Tuhan: Para Malaikat disini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke Dunia,tetapi bagaimana cara saya hidup disana, saya begitu kecil dan lemah.Dan tuhan menjawab,"saya telah memilih satu malaikat untukmu.Ia akan menjaga dan mengasihimu." Tapi disini, didalam surga, apa yang pernah saya lakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa. ini sudah cukup bagi saya untuk berbahagia."Malaikat akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan menjadi lebih berbahagia."
Dan bagaimana saya bisa mengerti saat-saat orang berbicara kepadaku jika saya tidak mengerti bahasa mereka. "Malaikat akan berbicara kepadamu dengan bahasa yang paling indah yang pernah kamu dengar; dan dengan penuh kesabaran dan perhatian, dia kan mengajarkan bagaimana kamu berbicara." Dan apa yang saya akan lakukan saat saya ingin berbicara kepadaMu."Malaikatmu akan mengajarkan bagaimana cara kamu berdoa."
Saya mendengar bahwa di Bumi banyak orang jahat. Siapa yang akan melindungi saya ?? "malaikat akan melindungimu, walaupun hal tersebut mungkin dapat mengancam jiwanya." Tapi, saya pasti akan merasa sedih karena tidak melihatMu lagi. "Malaikatmu akan menceritakan kepadamu tentang Saya,dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepadaKu, walaupun sesungguhnya Aku akan selalu berada di sisimu."
Saat Surga begitu tenangnya sehingga suara Bumi dapat terdengar dan sang anak bertanya perlahan : Tuhan jika saya harus pergi sekarang, bisakah aku tahu nama Malaikat tersebut? "Kamu akan memanggil Malaikatmu, “IBU Saya hanya ingin bertutur tentang seorang sahabatsaya.Sebut saja Rani namanya.
Semasa kuliah ia tergolong berotakcemerlang dan memilikiidealisme yang  tinggi. Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas : meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi yang akan digelutinya. Ketika Universitas mengirim kami untuk mempelajar Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di negerinya bunga tulip,beruntung Rani terus melangkah. Sementara saya, lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dengan seluk beluk hukum dan perundangan.  Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang "setara " dengan dirinya,sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.
            Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai staf Diplomat bertepatan dengan tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar : Alifya. Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula. Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila saja. Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara lain makin meninggi.
            Saya pernah bertanya , "Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal ?"Dengan sigap Rani menjawab: " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya       Everything is ok." Dan itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian. Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya. " Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya. Ketika Alif berusia 3
 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta adik. Waktu itu Ia dan suaminya menjelaskan dengan penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "dapat memahami" orang tuanya.Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang suka merengek. Kalau kedua orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek. Kisah Rani, Alif selalu menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya malaikat kecil. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir saya. Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta. Diam-diam hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif.
Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor,entah mengapa Alif menolak dimandikan baby-sitternya. " Alif ingin bunda mandikan." Ujarnya.  Karuansaja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadigusar. Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dengan tanteMien, baby sitternya. Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan," Bunda,mandikan Alif " begitu setiap pagi. Rani dan suaminya berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian.
Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sangbaby sitter. " Bu dokter,Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang diEmergency". Setengah terbang, sayapun ngebut ke UGD. But it was too late. Allah sudah punya rencana lain.Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya.Rani, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya,shockberat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikananaknya. Dan itu memang ia lakukan, meski setelahtubuh si kecil terbaring kaku. " Ini bunda, Lif. Bunda mandikan Alif." Ucapnya lirih, namun teramatpedih.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil,kami masih berdiri mematung. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, " Ini sudahtakdir, iya kan ? Aku di sebelahnya ataupun diseberang lautan, kalau sudah saatnya, dia pergi juga kan ? ". Saya diam saja mendengarkan. " Inikonsekuensi dari sebuah pilihan." lanjutnya lagi,tetap tegar dan kuat.Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma kamboja.Tiba-tiba Rani tertunduk. " Aku ibunya !" serunya kemudian, "Bangunlah Lif.Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan bunda sekali lagi saja, Lif".Rintihan itu begitu menyayat.
Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah merah Sekali lagi, saya tidak ingin membahas perbedaan sudut pandang pembagian tugas suami-isteri. Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga bergelayut :" Mandikan aku,Bunda ." Akankah kita menolak ? Ataukah menunggu sampai terlambat ?



Menyiasati Emosi Marah Dalam Keluarga


KEHIDUPAN dalam keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak itu sangat berpeluang untuk memancing rasa marah. Penyebabnya, bisa macam-macam. Mulai dari yang sepele sampai yang serius. Sebenarnya marah adalah reaksi emosional yang sangat wajar, seperti juga perasaan takut, sedih dan rasa bersalah. Hanya biasanya kemarahan itu memunculkan dampak langsung yang lebih merusak.
Menurut Heman Elia, seorang psikolog, menuntut agar anak tidak marah bukan saja tidak realistis, namun juga kurang sehat. Anak yang kurang mampu memperlihatkan rasa marah dapat menderita cacat cukup serius dalam hubungan sosialnya kelak. Ia mungkin akan tampak seolah tidak memiliki daya tahan atau kekuatan untuk membela diri dalam menghadapi tekanan sosial. Akibatnya, ia mudah terpengaruh dan mudah menjadi objek manipulasi orang lain.
Dengan demikian, kita harus bersikap bijaksana dalam menyikapi kemarahan seorang anak. Caranya yaitu dengan membantu anak untuk menyatakan kemarahan secara wajar dan proporsional. Heman Elia, menyarankan dalam mengajar anak mengungkapkan kemarahannya haruslah dimulai sedini mungkin. Terutama sejak anak mulai dapat berkata-kata. Kuncinya adalah agar anak menyatakan kemarahan dalam bentuk verbal.
Yang jelas, pada saat marah menguasai seseorang, maka akan terjadi ketidakseimbangan pikiran manusia berupa hilangnya kemampuan untuk berpikir sehat. Atas alasan inilah, barangkali kenapa Sayyid Mujtaba M.L. mengungkapkan kejahatan merupakan perwujudan dari kepribadian yang tidak seimbang. Ketika seorang individu kehilangan pengawasan atas akalnya, maka ia juga akan kehilangan kendali atas kehendak dan dirinya sendiri. Manusia tersebut tidak hanya lepas dari kendali akal, tetapi juga kehilangan perannya sebagai unsur yang produktif dalam kehidupan dan pada gilirannya berubah menjadi makhluk sosial yang berbahaya.
Ada beberapa alasan mengapa seseorang dianggap penting untuk mengendalikan marah dalam kehidupan kesehariannya. Pertama, marah menyebabkan tercela. Timbulnya sikap marah, biasanya akan melahirkan suatu perasaan menyesal setelah marahnya berhenti. Dr. Mardin menguraikan, seseorang yang sedang marah, apa pun alasannya akan menyadari ketidakberartian hal itu segera setelah ia tenang, dan dalam kebanyakan kasus ia akan merasa harus meminta maaf kepada mereka yang telah ia hina. Untuk itu, tepatlah apa yang dikatakan Imam Ja'far Ash-Shadiq as, yaitu "Hindarilah amarah, karena hal itu akan menyebabkan kamu tercela."
Kedua, marah dapat membinasakan hati. Marah itu tidak lain merupakan salah satu penyakit hati yang kalau dibiarkan akan dapat merusak diri secara keseluruhan. Imam Ja'far Ash-Shadiq as berkata, "Amarah membinasakan hati dan kebijaksanaan, barangsiapa yang tidak dapat menguasainya, maka ia tidak akan dapat mengendalikan pikirannya."
Ketiga, marah dapat mengubah fungsi organ tubuh. Berkait dengan ini, Dr. Mann menyebutkan berdasarkan penyelidikan ilmiah mengenai pengaruh fisiologis akibat kecemasan (baca: marah-Pen) telah mengungkapkan adanya berbagai perubahan dalam seluruh anggota tubuh seperti hati, pembuluh darah, perut, otak dan kelenjar-kelenjar dalam tubuh. Seluruh jalan fungsi tubuh yang alamiah berubah pada waktu marah. Hormon adrenalin dan hormon-hormon lainnya menyalakan bahan bakar pada saat marah muncul.
Keempat, marah akan "mempercepat" kematian. Amarah yang terjadi pada seseorang akan memengaruhi atas kualitas kesehatannya. Menurut para ahli kesehatan, amarah dapat menyebabkan kematian secara mendadak jika hal itu mencapai tingkat kehebatan tertentu. Imam Ali as pernah berkata, "Barangsiapa yang tidak dapat menahan amarahnya, maka akan mempercepat kematian." Berkait dengan pengendalian marah, secara umum seperti diungkap Drs. Karman ada empat kiatnya, yaitu: Pertama, bila Anda sedang marah maka hendaklah membaca "ta'awwudz" (memohon perlindungan) kepada Allah SWT, sebab pada hakikatnya perasaan marah yang tidak terkendali adalah dorongan setan. Nabi saw. bersabda, "Apabila salah seorang di antaramu marah maka katakanlah: 'Aku berlindung kepada Allah', maka marahnya akan menjadi reda". (HR Abi Dunya).
Kedua, bila Anda sedang marah maka berusahalah untuk diam atau tidak banyak bicara, sebagaimana sabda Nabi saw., "Apabila salah seorang di antara kamu marah maka diamlah." (HR Ahmad).
Ketiga, bila Anda sedang marah dalam keadaan berdiri maka duduklah, bila duduk masih marah maka berbaringlah. Hal tersebut ditegaskan oleh Nabi saw., "Marah itu dari setan, maka apabila salah seorang di antaramu marah dalam keadaan berdiri duduklah, dan apabila dalam keadaan duduk maka berbaringlah." (HR Asy-Syaikhany).
Keempat, bila upaya ta'awwudz, diam, duduk, dan berbaring tidak mampu mengendalikan amarah Anda, maka upaya terakhir yang bisa dilakukan adalah dengan cara berwudu atau mandi. Sebagaimana sabda Nabi saw., "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, apabila seorang di antaramu marah maka berwudulah atau mandilah." (HR Ibnu Asakir, Mauquf).
Menyiasati marah
Manakala seorang anak kecil merasa kecewa tanpa Anda memarahinya dengan kasar, menurut Dr. Victor Pashi, Anda dapat menekan amarah tersebut dengan memandikannya menggunakan air dingin atau menyelimutinya dengan kain lembab atau basah.
Lebih dari itu, Jaudah Muhammad Awwad, dalam Mendidik Anak Secara Islam, mengungkapkan, pada anak, faktor pemicu kemarahan lebih berkisar pada pembatasan gerak, beban yang terlalu berat dan di luar kemampuan anak. Misalnya menjauhkan anak dari sesuatu yang disukainya, atau memaksa anak untuk mengikuti tradisi atau sistem yang ditetapkan.
Oleh sebab itu, Jaudah menyarankan beberapa hal yang patut diperhatikan dalam mengatasi kemarahan yang timbul pada anak-anak, di antaranya adalah:
1.   Tidak membebani anak dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Kalaupun tugas itu banyak atau pekerjaan yang di luar kemampuannya itu harus diberikan, kita harus memberikannya secara bertahap dan berupaya agar anak menerimanya dengan senang.
2.   Ciptakan ketenangan anak karena emosi yang dipancarkan anggota keluarga, terutama ayah dan ibu, akan terpancar juga dalam jiwa anak-anak.
3.   Hindarkan kekerasan dan pukulan dalam mengatasi kemarahan anak karena itu akan membentuk anak menjadi keras dan cenderung bermusuhan.
4.   Gunakan cara-cara persuasif, lembut, kasih sayang, dan pemberian hadiah.
5.   Ketika anak kita dalam keadaan marah, bimbinglah tangannya menuju tempat wudu dan ajaklah dia berwudu atau mencuci mukanya. Jika dia marah sambil berdiri, bimbinglah agar dia mau duduk.
Sementara itu upaya pengendalian marah dalam hubungan suami-istri, sebenarnya lebih ditekankan pada bagaimana mengendalikan ego masing-masing. Kunci utamanya adalah berusaha dengan membangun iklim keterbukaan dan kasih sayang di antara keduanya. Begitu pula halnya dengan anggota keluarga lainnya, seperti dengan anak-anak.
Cara menyiasatinya, ketika salah satu pihak (terpaksa) marah, maka hendaknya pihak lainnya harus mampu untuk mengekang keinginan membalas kemarahannya. Sikap kita lebih baik diam. Karena diam ketika suasana marah merupakan upaya yang efektif dalam mengendalikan marah agar keburukannya tidak menyebar ke lingkungan sekitarnya.
Akhirnya, ketika seseorang tidak dapat berpikir sehat akibat marah, maka sebaiknya orang tersebut tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin akan disesalinya kemudian. Sebagai alat untuk menekan marah dan menghindarkan akibat-akibatnya, Imam Ali as telah memerintahkan agar kia bersabar. Wallahu'alam.***